Friday, August 10, 2007

Memuja

duhai penggalan tulang…..

mata ini
mata jantan

sekali melambungkanmu:
jadilah dikau langit

sekali mendakwamu :
deritalah dikau sakit

Juni 23 2006

Kehilangan

yang hilang jadi tiada
mengapa membentuk sungguh begini benar

rasailah!
di dada lagi mendenyut
dicengkeramnya jantung
direnggutnya
jantung copot
tertinggal menggayut-gayut daging-daging kecil sisa jantung
di tulang dada

sudah tak tertegah

begitu ngilunya

setujukah kau?
begini benar rasa kehilangan

Juli 6 2007

Aku, Diriku, Gadis, dan Sajak

aku dan diriku sedang bergaul di sebuah sudut sepi. Tapi untunglah kami tak sampai bercinta. Sebab ada seorang gadis yang kami kenang, yang kami kenang dalam deru amarah kemudaan.

diriku bertanya kepada aku: "Apa yang kau punya lelaki? Apa?"

aku menjawab gegas: "Yang kupunya cuma kau, diriku!"

"Ah, sudah lama itu kutahu, apa lagi yang lain?"

aku berpikir, setelah seribu purnama, aku mendapat jawaban lalu dengan yakin aku bicara,
"yang ku punya hanya mistik yang ada dalam jiwaku."

"mistik?" diriku bertanya dalam penantiannya yang sudah lapuk purnama. "Adakah itu kau maksudkan dengan tuhan?"

aku berpikir lagi, mengaitkan tuhan dan mistik. dengan kemalu-maluan, aku berkata, "ah jangan diurai soal tuhan, terlalu pribadi itu bahasan."

"ah kau, masih saja pemalu, jangan sampai persoalan itu membuntingimu, lalu tiba-tiba meledak tanpa pernah bisa kau siapkan!" diriku menginterupsi aku.

aku terdesak, dan didesak. tiba-tiba dari sudut yang jauh tapi dekat, dekat tapi jauh, perempuan yang kami kenangkan bersama-sama memprotesku dan membuka kalimatnya:
"Assalammualaikum"

"Tak biasa," aku menggumam, "salamnya itu terlampau ditegas-tegaskannya. biasanya salamnya singkat."

diriku berbisik, bukankah itu perempuan yang kita kenangkan bersama, dan bukankah dia perempuan yang kau guratkan dalam sajakmu.
aku diam, tapi diriku tahu bahwa aku mengangguk.

sang gadis angkat bicara, lalu berkata kepada aku, "sajakmu gampang luntur, tak mengena padaku."

aku diam dalam seribu purnama lagi, lalu menjawab ungkapan sang gadis, "tak pernah kupikirkan keajaiban sajak-sajak itu. laut dadaku mendesak-desaknya hingga keluarlah ia sebagai sajak. mana pernah kutahu dan tak ku mau tahu sajak-sajak itu bisa membius kau, gadis."

"Laut dalam dada?" sang gadis menyerang dengan tanya.

"Ya, mistik, gaib, ilham, wahyu, mendesak-desak dari sana dan menelurkan sajakku tentang kau."

aku tiba-tiba terkejut dengan ungkapanku sendiri ketika menyebut asal sajak itu adalah mistik. teringat aku akan ungkapan diriku yang menanyakan padaku apakah mistik itu tuhan, dengan demikian apakah sajak itu adalah wahyu dari tuhan? hingga dia jadi mistik?

tak lah! kata hatiku, sajak bukan wahyu, sebab aku bukan nabi, jibril ku tak sampailah untuk sampai pada wahyu.

"pantas tak mengena padaku sajakmu. sebab mistikmu itu di pinggir jurang. aku tak senang kau main-main di titian ngeri soal tuhan. sudahlah! aku tak butuh lagi sajakmu, cuma baris-baris huruf pengejut singkat," sang gadis membuatku seolah jalang.

diriku geram, ia marah pada sang gadis, tapi aku mencegahnya. aku bicara kepada diriku, "jangan, alam kita berbeda dengan dia. tak patut sekali kibas mengajak ia menyelam. lagi pula ia gadis yang keras, prinsipil, dan masih muda. kita terlalu liar. sedang soal tuhan bukan suatu hal yang bisa diajak dibincangkan jauh dengannya. sudahlah, sajakku mampus padanya."

"tapi mengapa kau begitu dipukaunya?" diriku bertanya lagi.

"aku tak tahu. itu pula yang kumaksud dengan mistis. dimensi jadi terlupakan dalam hal cinta. dan ia belum menyadarinya."

"ah kau dikirainya tak bertuhan, atau kau dikirainya tak berkeyakinan. sedang dia terus menegasi diri dengan kebertuhanannya dan berkeyakinannya. sajakmu jadi lembar-lembar busuk di hadapannya," diriku mendakwa.

saat langit mulai mendung, dari sela-sela rambut sang gadis, tampak huruf-huruf sajakku jatuh bagai kutu dan berlarian mencari selamat.
aku dan diriku mangulah kini. sang gadis membalik badan dan tak menengok lagi.

August di Sore 5 2007

kita


mataku rebah di matamu
telaga mata nan berpadu
hambur yang lalu-lalu
memilih satu-satu
yang layak sebut kauaku

Juli 7 2007

Thursday, June 14, 2007

kamar tidur yunus

suatu malam...
dari dalam perut ikan paus, yunus menghiba kepada sang ikan


"Baiklah, sementara ujian dihantamkan padaku, ajarkan aku, bagaimana membuat perutmu yang asing ini menjadi sebuah kamar tidur?"

sang paus memejam matanya beberapa kejap...
(ombak agak santai, berebut-rebut merenggut cahya yang ditumpahi bulan)
dan berkata kepada yunus,
kalau kantukmu terlalu berat, tidurlah...
kau di dalam perutku
sementara ada paus lain dalam perutmu

yunus yang lugu mengetuk-ngetuk perutnya....
bertanya kepada sang paus kecil di dalam perutnya,
"Tidakkah kau ingin hinggap dalam perutku sebagaimana
kamar tidurmu?"