![]() |
Patti Smith dan Allen Ginsberg dalam sebuah malam pembacaan puisi di Local, New York, 1975. Foto oleh Richard E Aaron/Redferns |
Ini adalah sebuah epik, puisi yang bangkit
dari tanah yang merobek rintangan budaya 1950-an dan meratakan jalan setiap
orang mulai dari Patti Smith hingga David Bowie. Dan, 60 tahun sejak
kemunculannya, pengaruhnya tak menunjukkan tanda-tanda kelenyapan.
Pekan ini
enam puluh tahun lalu, pada 7 Oktober 1955, Allen Ginsberg membacakan Howl dengan suara keras untuk pertama
kalinya, di Six Gallery di San Fransisco. Ini adalah puisi dengan banyak
dirgahayu–Ginsberg mulai menulisnya pada pertengahan 1954, dan tidak mempublikasikannya
sampai 1956–yang mungkin menjadi sebab Hall Wilner menyelenggarakan sebuah
perayaan dirgahayu ke-60 peristiwa ini di hotel Ace di Los Angeles pada bulan
April tahun ini, dengan line-up yang
memasukkan Courtney Love, Beth Orton, Devendra Banhart, Nick Cave, Macy Gray
dan Peaches.
Line-up
itu terangkai pada bagaimana Howl
menembus budaya populer dan, tidak seperti hampir setiap karya sastra lainnya,
membantu membentuk musik sebagaimana yang kita temui hari ini.
Ginsberg,
menjadi interdisipliner sebelum (dilakukan) banyak seniman lainnya, membuat
banyak perampokan personal menuju musik, mulai dari kolaborasi bersama Paul
McCartney , Phillip Glass dan The Clash sampai anthem punk Buddhis eksperimentalnya pada 1981, Birdbrain. Jika Anda melihat latar
belakang film terkenal untuk Bob Dylan, Subterranean
Homesick Blues, Anda bisa menempatkannya berdiri pada posisi sang penyanyi.
Howl,
bagaimanapun, adalah tempat di mana ia bermula, sebuah tour-de-force halusinatif yang memulai percampuran suku antara
puisi dan rock’n’roll. Puisi ini
meneror masyarakat sipil pada 1950-an–pada 1957, seorang juru tulis di toko
buku City Lights di San Fransisco
dipenjara karena menjualnya, sementara itu, pemilik penerbit City Lights, Lawrence Ferlinghetti,
digugat–dan dibebaskan–karena menerbitkannya.
Howl adalah
tentang obat-obatan, kekacauan, keterasingan remaja, kapitalisme,
industrialisme, ekspresi, konformitas, seksualitas dan keindahan dalam proses
menjadi di jalanan. Dia dikemilaukan oleh ketertarikan ganjil terhadap
ekspresi-diri dan keyakinan bahwa penulis haruslah menolak larangan dan
swasensor. Puisi ini melucuti banyak hal dalam budaya dan batas-batas dalam
suatu level makro-kosmos namun juga menginspirasi sebuah gelombang baru para
musisi dalam hal gaya, ukuran dan dunia imaji.
Lawrence Ferlinghetti (24 Maret 1919 - ) |
Ellen
Willis, dalam esainya Before the Flood
pada 1967, menulis bahwa karya Dylan A
Hard Rain’s A-Gonna Fall, dari album keduanya, berutang banyak terhadap ‘gaya
Pewahyuan yang retoris dan deklamatif’ ala Ginsberg – Anda juga masih bisa
memasukkan karyanya yang lain dalam utang ini. Willis menarik garis paralel
antara budaya hippie – anak jalang Beat Generation, lahir ketika kelompok beat dan kontrakultur San Fransisco pada
pertengahan 1960-an tumpang-tindih saling membenihi – dan budaya folk. “Kedua gerakan itu menolak intelektualitas
untuk sensasi, politik untuk seni, dan Ginsberg bersama Kerouac mengglorifikasi
suatu akar rumput Amerika yang memasukkan supermarket
dan mobil sebagaimana sebuah gunung dan kue pie
apel,” tulisnya. Di dalam Howl,
ada sebuah kutukan terhadap otoritas, ya, tetapi itu membentang bersama sebuah
perayaan kehidupan manusia yang menyediakan gizi untuk generasi-generasi
selanjutnya.
Isyarat Patti Smith, berada dalam karya di mana Ginsberg meninggalkan tanda yang tak bisa dihapus. Fotografer musik Kevin Cummins, yang memotret Ginsberg di Manchester pada 1979, ketika sang penyair dipestakan oleh pendirian gerakan punk di Inggris, menyebut debut Smith melalui Piss Factory pada 1974 tidak akan ada tanpa Howl. “Orang tidak menulis puisi seperti itu. Piss Factory adalah sebuah puisi dengan sebuah beat dan tak seorang pun melakukan itu saat itu,” ujarnya. Cummins mengingat betapa pentingnya puisi itu untuk para seniman yang melebur bersamanya, seperti Joy Division, Morrisey dan David Bowie. “Puisi itu membukakan sebuah dunia kepada kita dan kita tidak tahu banyak tentangnya.”
Isyarat Patti Smith, berada dalam karya di mana Ginsberg meninggalkan tanda yang tak bisa dihapus. Fotografer musik Kevin Cummins, yang memotret Ginsberg di Manchester pada 1979, ketika sang penyair dipestakan oleh pendirian gerakan punk di Inggris, menyebut debut Smith melalui Piss Factory pada 1974 tidak akan ada tanpa Howl. “Orang tidak menulis puisi seperti itu. Piss Factory adalah sebuah puisi dengan sebuah beat dan tak seorang pun melakukan itu saat itu,” ujarnya. Cummins mengingat betapa pentingnya puisi itu untuk para seniman yang melebur bersamanya, seperti Joy Division, Morrisey dan David Bowie. “Puisi itu membukakan sebuah dunia kepada kita dan kita tidak tahu banyak tentangnya.”
Howl, dan Hakim
Clayton Horn – lelaki yang melepas kasus menggugat Ferlinghetti dan memutuskan puisi
ini sebagai “penebusan sosial yang penting” – membangun sebuah dunia baru dalam
yang bergerak, di mana para musisi bisa mengekspresikan seksualitasnya tanpa
memeriksakan diri mereka kepada faham kepantasan ala Victorian. Puisi ini telah meroket sisi belakang konformitas dan
penyensoran, membolehkan percakapan tentang peler
dan biji peler dan memek dan pejuh tanpa rasa malu atau bermerah-muka: di New York, The Fugs mempelajarinya sampai ke hati,
dan Ginsberg mengembalikan kebaikan hati itu, menulis baris-baris catatan untuk
album kedua mereka pada 1966.
Musisi Peaches lebih jelas lagi. Howl “memulai sebuah revolusi”, katanya. “Terlalu berani dan terbuka tentang situasi di Amerika dan homoseksualitas dengan menggunakan suatu gaya penulisan yang hampir merupakan sebuah arus kesadaran yang telah membingungkan orang dan begitu bertenaga.”
Peaches (1968 - ) |
“Dia tidak
takut untuk menjadi manusia,” kata David Wrench, produser FKA Twigs, Jungle dan
Caribou. Tak ada yang dipermalukan. Semuanya bersifat perayaan.”
Wrench
mengamati kehadiran puisi itu secara konstan pada band-band yang lebih muda.
“Band-band sering membawa buku ke studio dan Howl ada di sana sepanjang waktu. Mungkin bersama beberapa karya
(William) Blake dan (Sylvia) Plath. Ia selalu datang lagi karena ia
menginspirasi orang-orang.”
Bahkan
seandainya jika seorang musisi belum pernah mendengar Howl, mereka adalah bagian dari ekosistemnya, karena ia adalah
salah satu blok-blok bangunan rock’n’roll
modern: kau mungkin saja tak dipengaruhi Howl,
tapi kau dipengaruhi oleh sesuatu yang dipengaruhinya. “Ini adalah secubit
seperti Smells Like Teen Spirit,”
kata Davies. “Kita lupa bagaimana luar biasanya puisi ini dan bagaimana masa
ketika dia mampu mengejutkan.”
Sekrup dan
palang dalam Howl, sama
berpengaruhnya seperti akibat sosial. Seperti Patti Smith dan Dylan sebelum
dia, Davies menulis dalam teknik-teknik verbal Ginsberg. “Saya secara akut
menulis bunyi dalam metrik dan kalimat dan bagaimana Howl sebagai tentang spontanitas dan ekspresi yang diimprovisasikan;
komposisinya meresap ke dalam karya saya,” katanya.
Ginsberg
bermain dengan kata-kata, menggunakan mereka untuk menciptakan sasis puisi,
bagian pertama yang dibangun di atas kata “who”.
“Saya bertahan dengan kata who untuk
menjaga beat, sebuah fondasi untuk
mempertahankan tindakan, kembali dan pergi lagi menuju serangan penemuan yang
lain,” tulisnya pada 1959.
Devendra
Banhart tumbuh di California pada 1990-an dan mengingat Howl membelokkannya menuju perpuisian. “Itu adalah pertamakali saya
membaca sebuah puisi yang membuat saya berkeringat, pertamakali saya membaca
sebuah puisi yang juga berarti saya tidak mampu berbicara. Saya memukul kepala
saya. Ini adalah sebuah kekuatan. Di dalamnya ada sebuah kehidupan, pengalaman
yang mendalam di dalam kata-kata.”
![]() |
Devendra Banhart (1981 - ) |
Peristiwa
itu, sekaligus, adalah gerbang ketertarikan Banhart menuju Buddhisme; dan
Ginsberg adalah sebuah gerbang bagi sejumlah generasi musisi barat untuk
mengeksplorasi agama-agama timur, yang dialihkan menuju musik rock dalam suatu dunia spiritualisme dan
mistisisme baru yang luas.
Namun,
setelah 60 tahun puisi ini ditampilkan, masihkah ia relevan? “Dia tidak
berbunyi dalam batas waktu yang sedikit ,” kata Banhart. “Allen menulis tentang
ketidakadilan dan ketidakadilan masih tetap ada; dia menulis tentang kebebasan,
kebutuhan terhadap kebebasan masih tetap ada; dia menulis tentang kehausan
terhadap perdamaian, kemerdekaan, revolusi, semua hal-hal itu tetap menjadi
perhatian utama pada masa kita. Sebagai sesuatu, dia telah membesar. Howl tidak memiliki masa kadaluarsa.”
Artikel ini ditulis oleh Lucy Jones. Dimuat di situs The Guardian dengan judul 'A Rocket up The Backside of Conformity'-How Ginsberg's Howl Transformed Pop pada 8 Oktober 2015.
Artikel ini ditulis oleh Lucy Jones. Dimuat di situs The Guardian dengan judul 'A Rocket up The Backside of Conformity'-How Ginsberg's Howl Transformed Pop pada 8 Oktober 2015.