Monday, January 20, 2025

Izina

Sejarah akan mengenang lelaki ini
Cucu-cucu kita akan mempelajarinya di jam istirahat sekolah
Para perempuan lanjut usia akan menyebutnya sebagai sebuah misteri yang ganjil
Sebuah mitos, seorang berbeda yang eksentrik
Para lelaki tua akan membersihkan pundak mereka
Kelas mereka selesai, anak-anak akan berlari ke halaman untuk bermain ubete, sang serigala
Dan para ibu melepaskan sehela nafas yang lemah
Saat mendengar anak-anak mereka berteriak:
Peter ninde? Ni wewe, ni wewe.
Siapakah Pierre? Ternyata engkau, ternyata engkau.
Tak akan ada lagi serigala di halaman sekolah yang lapang
Hanya akan ada kenangan tentang seorang lelaki
Ganjil, wajah kesepian yang dikalahkan oleh kerutan-kerutan
Mereka akan bicara tentang mencuci lelaki-lelaki muda sampai bersih
Tentang penghitungan aritmetika, teori Phytagoras
Tentang istilah-istilah persamaan yang luar biasa
Tentang kisah-kisah absurd yang membuat para remaja cekikikan
Dan membuat orang-orang tersayang merasa ngeri
Mereka akan menceritakan bahwa dia bangkit di hadapan penghinaan
Dan banyak lagi legenda-legenda lain yang buruk
Dan kecelakaan di sepanjang sejarah yang sangat bergelombang
Akan disebutkan bahwa dia adalah seorang pejuang pemberani
Bahwa dia mengalahkan perang-perang yang paling parah
Tetapi bahwa dia lupa untuk memenangi yang satu, kedaulatan:
Abadi:

Izina

Izina (Words Without Borders, July 1st 2015)
Ketty Nivyabandi (1978- )

Tuesday, January 14, 2025

Menunggu

Cinta pertamaku yang hebat adalah seorang pemabuk. Rambut panjang hitamnya
jatuh di wajahku. Tetapi bahkan itu pun dibuat-buat.

Ibuku memotong rambutnya jadi pendek. Dia pernah memotongnya
sendiri. Model shaggy bob yang tak menarik. Yang benar adalah

cinta pertamaku yang hebat tumbuh di sampingku seperti seorang saudari liar
yang gampang merebahkan kepalanya di meja dapur

di tengah makan malam, bilang bahwa dia ingin kamar
sendiri, dia ingin melarikan diri. Aku adalah salah seorang

yang tugasnya memohon padanya untuk tetap tinggal. Aku duduk di tepi
ranjangnya dan menyentuh pinggiran mantel mandinya

dengan tangan kecilku. Di malam hari aku mencari tangan besar
menyentuhku. Aku menunggu seutas tangga dari tali

turun dari awan. Mengapa hidupku seperti ini? dia menangis
tetapi itu bukanlah pertanyaan dan aku bukanlah jawaban.

Waiting (The New Yorker, January 6th 2025)
Bridge Lowe

Monday, January 13, 2025

Saudariku Tersayang

Musim dingin tak habis-habis ~ jalanan ~ pohon-pohon hantu terperangkap dalam kabut ~ cahaya dan malapetakanya yang indah ~ Aroma dedaunan ~ hijau dan mati ~ datang melalui jendela-jendela seperti sebuah fantasi yang malu-malu ~ Ada beberapa laba-laba kecil di atap – warna bebatuan yang tak terlupakan ~ aku tak sampai hati ~ untuk membunuh mereka ~ Hari ini ~ kutemukan seekor tupai ~ bermimpi ~ tidur yang muda dan tak tahu apa-apa ~ aku berdoa untuk sebuah dunia ~ yang bertabur bintang ~ pada kelembutan ~ Tiada apapun mendengarku ~ Mari berpura-pura ~ jam beku ~ dalam selubung ketatnya ~ bahwa 3.000 pekan kita ~ adalah awalmula ~ Kita memulai ~ di lahan bakau dan terlantar ~ kembang sepatu dan logam ~ burung kuntul dan mesin ~ matahari pemangsa ~ kulit, banyak sekali kulit ~ langit dengan perintah-perintahnya ~ langit yang seperti tak ada duanya ~ beton berdiri ~ runtuh ~ altar dan sesembahan ~ asap rokok para santo berharap lilin emas darah rum ayam betina ~ cangkang-cangkang untuk melindungi persimpangan jalan ~ mata bor reptil dan laki-laki ~ orang-orangku yang kurindukan ~ orang-orangku yang aku bersembunyi darinya ~ Saudariku, aku menulis kata-kata ini ~ seumur hidup ~ di kaki gunung-gunung ~ laut yang lain lagi ~ galaksi yang lebih luas ~ purba dan tanpa kenangan ~ Rumah mimpi buruk, lenyap ~ Pemakaman yang tak dihadiri ~ Kau bertanya mengapa aku pergi ~ aku bilang aku adalah kuda tiga serangkai ~ selamanya berlari ~ menuju yang berikut ke yang berikut ke yang berikut ~ Di mana aku akan berakhir? ~ Perkampungan bayiku sudah tiba ~ Jejak kini menunjuk ke tulang-tulangku ~ di dalam bintik atau yang tersimpan di bawah ~ batang kapuk yang berduri ~ hanya satu yang aku tahu.

Dear Sister (Poets.org, January 13th 2025)
Emma Trelles

Thursday, January 9, 2025

Angka Delapan

Sebuah tangki diisi dengan mesin-mesin cuci terbungkus
seperti Rodin yang dijarah dari apartemen yang dibongkar,

dalam perjalanannya bergabung dengan para pedagang yang bakal menggali-setengah kuburan-kuburan
di sebuah hutan pinus setengah-beku sebelum melakukan tidur siang,

melewati sebuah peluru kendali yang menancap hidung lebih dulu
di jalan dan bertuliskan “untuk anak-anak,”

melewati sebuah mobil terpapar peluru dan pekerja
dapur sup yang akan mengubah rute jalan kakinya

dijejaki oleh sebuah pawai anjing, melewati pisau-pisau pahat
di alun-alun di mana seorang anak dengan rias badut menarikan

sebentuk angka delapan, untuk mereka yang terornya bergelayut
pada suara tambur, pada penutup kepala balaclava,

pada bau sebiji tomat rusak, bolong.

Figure Eight (The Nation, October 14 2024)
Daniel Moysaenko

Maskara

Hari ini aku bertemu
seseorang yang
pernah punya seekor ular
piaraan bernama mas
kara. Ma
skara pernah
menjadi
sepanjang sebuah
pensil. Dia
kini menempati
kamar tidur cadangan
mereka. Sebuah ka
limat tumbuh seperti
seekor ular–memberinya makan ti
kus beku dan
menyaksikannya hari demi hari.
Cairkan tikus dalam microwave
maka kalimat merasa seperti sedang berburu.

Mascara (The New Republic, December 26th 2024)
Ry Cook

Sunday, January 5, 2025

Kepulauan

Tahun kesepuluh kami datang pada sinar matahari yang melimpah, kelegaan
pulau-pulau yang terkunci ke dalam air. Ini semua menjadi arus kami.
Sebelas bulan kami mengapung, menuju yang keduabelas
Berkeliaran menuju lautan jinak, sebuah dermaga. Kami bersiap untuk
     kedamaian.
Pekan-pekan berlalu. Dan kemudian sang kapten melihat
mulut menutup yang menunjukkan pelabuhan kami; kami
dilahapnya. Suara-suara lain mengombang-ambing. Air
mencibir pada kapal kami, jumlah kami yang menyusut bergerak dalam dua
bungkusan; kegilaan dan bunuh diri. Tahun keduabelas
Sang kapten memanggil namanya; yang tak berarti dan para
     kru.
Menjerit dalam ekstremitasnya.

Archipelago (Poetry, May 1971)
Louise Gluck (1943-2023)

Thursday, January 2, 2025

Tinju

Tinju mengepal mengepung hatiku
longgar sedikit, dan aku terkesiap
pada cerah; tetapi ia mengepal
lagi. Kapankah aku tak pernah mencintai
rasa sakit cinta? Tetapi ini menggerakkan

cinta yang lampau pada maniak. Ia punya kepalan
kuat orang gila, ini
mencengkeram tepian tak beralasan, sebelum
menyelam melolong menuju palung.

Maka berpegangkuatlah, hati. Dengan cara ini setidaknya kau hidup.

The Fist (Collected Poems: 1948-1984)
Derek Walcott (1930–2017)

Wednesday, January 1, 2025

Tahun Demi Tahun

Semua pesta kau habiskan
dengan melihat ruangan
dari sebuah balkon
di mana seseorang bergabung denganmu
untuk merokok kemudian kembali.
Dan bagaimana itu berubah menjadi tak seorangpun
punya masa kanak-kanak yang mereka inginkan,
dan bagaimana mereka memberitahumu yang
sedikit mabuk ini, sedikit oleng
dalam waktu yang lebih singkat ketimbang yang dihabiskan
untuk menyelesaikan sebatang rokok
karena hal-hal sedih
tak bisa dijelaskan.
Di belakang gelas dan di dalamnya,
semua teman-temanmu riuh.
Engkau bisa merasakan bentuk
suara mereka. Kau bisa
tahu dari mata-mata mereka bahwa mereka
ada di beberapa tempat lain. 1999
atau 2008 atau Juni yang lalu.
Tentu saja, penting
untuk pergi ke pesta. Untuk membuat
hidup berbusana atau minum
atau sepatu kulit yang dikenakan seseorang
di dalam hujan. Di jalan pulang,
di bangku belakang mobil, langit malam
memainkan trik lamanya. Bintang-bintang
menyusun dirinya dengan hening.
Orang yang kau pikirkan sedang berkendara
di bawahnya. Menjauh dari pesta,
(seperti engkau juga), menuju tahun demi tahun.

The Years (The New Yorker, April 18th 2022)
Alex Dimitrov (1984- )