Saturday, October 11, 2025

Dari “Dunia Setelah Hujan” II: Terbangun Dua Kali

jam tebal, meja kami penuh, ladang kami panjang lagi dengan tebu
            pada beberapa hari yang cerah engkau akan menawari aku tawa
hidupmu dan aku, berat dengan cucipudar
            bergerak seperti asap menuju pintumu, menyeberangi
perkebunan nan amifibi itu, akan menemuimu melintang,
            Anne, dengan sebuah perintah; hasutan damai kita dari banjir
dari sini menemukan sebuah biomassa yang berbeda untuk kebaikan
            karena aku belum mengerti penjelasan singkatmu,
menumbuhkan iman, dan aku harus bilang, inilah ini, bukan itu

dia yang bisa berharap, cerah seperti hijau, untuk semacam akhir
            dan yang bisa bilang, setelah ini sebuah penghargaan atas semua penantianmu
jika puisi harus tertutup, jika hal-hal kosong berongga harus mengapung
            jika beberapa mungkin bilang, setelah menjadi layu ini, engkau harus marah untuk menulis
sebarang puisi sepenuhnya, Anne
            bisakah pohon tin milikmu dihitung
bagaikan selembar daun, sebuah stanza, dan atap runtuh ketika hujan
             dalam silsilah terpencar kita diperdebatkan menuju barang hilang dan ditemukannya seseorang
datanglah untuk mengulangi orang-orang menua yang menembakkan meriam di semua halaman kita

*

mengumpulkan hidup, aku ingat tak ada penjaga malam
             hanya tawa kita mengering ke dalam sebuah serbuan voltase,
kemalanganku dilemparkan ke kematian
             bersembunyi dalam bangkai sebuah perahu tua
kepalaku: sebuah kebun binatang untuk setiap mangkuk kolam data
              aku kembali memikul hadiah tangan-tangan kosong
dan bertobat, ditandai dengan kehilangan tuhan,
              hukum kematian yang meraba-raba ini
aku bayangkan suara kokang pisau bedah
              jatuh ke dalam kaleng logam, dan tanganmu yang sudah pasti mendinginkan,
Anne, memperlambat semua kawanan kompromi yang liar,
             mengadon tepung satu karung 100 pon milikmu

dengan tangan, dengan hati, setiap Sabtu, jam lima pagi, sampai tengah malam
             mendengar perempuan pertama yang berisik
dengan saku atau tangannya sendiri berlatih tentang bahaya menggunakan senyap
             menyampaikan dengan matematika dasar yang menanyakan keajaiban
ketika keajaiban terasa seperti pencurian: tahun-tahun tak pernah memberi

apa yang tahun-tahun tak pernah beri dan tak pernah
             mempertimbangkan logika, siklus yang harus dijalani, aku akan menciptakan logika
bagaimanapun: aku akan menciptakan logika,
             langit dan halilintarnya yang tak bersuara: aku akan menciptakan hari-hari,
sebagaimana ayahku membuat kebun, tukang kebun
             merawat ruang luas dari nisan ke nisan
membunyikan lonceng Minggu, ibuku
             adalah kabut, adalah hujan, menukar tempat-tempat

dengan parkir jalan, mengurangi kesedihan baru, waktu–dilelang
             aku mengingat hal-hal tetapi bukan apa yang ibuku bilang
yang bilang dua tahun; yang bilang kanker
             adalah cara mati tanpa masuk akal, bahkan tidak
pesawat-pesawat yang terserak; aku tak ingat apapun
             ibuku pernah bilang, dengarkan seluruh malam menuju hujan, aku
melihat semuanya:
mata, belati, mulut, Anne, aku sebersemangat gula dalam darah

From “The World After Rain II,” II: Twice Awake (The Yale Review- September 8th 2025)
Canisia Lubrin (1984 - )

 
               
              

Nokturnalku

Buailah mata buailah aku
ciptakan aku sendokkan aku
bawakan aku api unggunkan aku
sungai tak berpasangan
dan pasangkan aku

kota membakarku
surgaku membuaiku
kecerahan darah
arangkan aku karantinakan aku

ranjang ayunkan aku di pemakaman
sendirian di bawah pohon mengkudu sedang berbunga
nenekku dedaunan tertiup angin
itu adalah malam sang malam yang jatuh

Mangga membalukan aku siangharikan aku
nyamuk dan panaskan aku dan puringkan aku
selubungi buihkan aku berpisah dari lembah
berpisah dari rambutnya yang menyelendangi aku

Tengahmalamkan aku kunang-kunangkan aku ikat lavenderkan aku
buaikan aku puringkan aku syalrobekkan aku
hujan memberitahuku
hujan lebat mengguyur

Tengahmalamkan aku bugenvilkan aku pangganglah aku
diperintah oleh caranya yang hening
aku mama aku mama aku
sebuah truk bumerang

laut talium pengantinkan aku
hijau jerukkan aku
minyaki aku dua sungai minyaki aku
lembutkan aku burungkolibrikan aku

gelap geram padaku di atas batunisannya
birukan aku ngengat-ngengat meniup dedaunan
aku mama aku sang masih mencintai dewa
biarkan jatuh padaku jangan sia-siakan aku

My Nocturne (Paris Review–Fall 2025)
Ishion Hutchinson (1983 - )

 

Wednesday, October 8, 2025

Nyanyian Burung

Seekor burung bernyanyi dan aku tak tahu siapa namanya.
Dahan tempat ia bertengger berayun bersama angin yang kasar
tetapi tak membuatnya nyaris patah, aman sebagaimana adanya
pada batang raksasa sebuah pohon yang namanya aku juga tak tahu.
Akar-akarnya bernafas di bawah teka-teki bumi dengan ragam
dedaunan hijau dan bahkan bunga-bunga kecil
yang juga tak memberitahuku nama mereka.
Aku pernah berkata pada orang-orang muda di sebuah ruangan
bahwa setiap penulis pertama-tama harus menjadi seorang pengamat yang baik,
meskipun aku tak bisa membawa diriku
pada persis di momen itu untuk melihat secara langsung ke dalam matamu.
Bahkan apakah mereka mendengar?
Mungkin aku telah tumbuh lelah dengan nama-nama–ilusi dominasi.
Burung pohon dan selimut hijau akan bergerak menjadi diri mereka
di hadapan lelaki-lelaki dengan buku-buku besar mereka yang ditarik kuda.
Di hadapan yang paling pertama dengan kenangan-kenangan mitokondris
es. Es sangat banyak dan banyak nama untuk mereka.
Dan, ngomong-ngomong, sang burung berhenti bernyanyi
dan telah terbang dari pohon di dalam taman,
sang lelaki berpikir angin tergesa melaluinya
seakan-akan lari menjauh.

Bird Song (The New Yorker – Oktober 6th 2025)
Jose Antonio Rodriguez (1971- )

Thursday, September 18, 2025

Burung-Burung Gagak

Di Jepang, di Seattle, Di Indonesia–di sanalah mereka berada–
masing-masing bersuara keras dan lapar,
melintasi sebuah lapangan, atau duduk
di atas kemacetan, atau jatuh

ke halaman rumput beberapa kuil ke matahari itu sendiri
atau berjalan dengan kaki-kaki kuat,
seperti seorang tuan tanah. Aku kira
mereka tak mencemburui siapapun atau apapun–

tidak harimau, tidak kaisar,
bahkan tidak sang filsuf.
Mengapa mereka harus cemburu?
Angin adalah teman mereka, setidaknya pohon adalah rumah.

Tidaklah melodi, yang telah mereka temukan, dibutuhkan.
tidaklah mereka punya langit-langit yang halus;
tanpa ragu mereka akan makan
apapun yang bisa engkau pikirkan–

jagung, tikus, hamburger-hamburger lama–
menelan dengan semacam teriak dan nafsu
tak seorang pun tahu apakah itu adalah pamer
atau doa terimakasih terdalam. Kala matahari terbit, ketika aku berjalan keluar,

Aku melihat mereka di pohon-pohon, atau di atas gedung-gedung,
seceria para malaikat, atau para pencuri kerja kecil
mereka yang, semalam lagi, sukses–
dan seperti semua kesuksesan, mengalihkan pikiran-pikiranku pada diriku sendiri.

Haruskah aku menuju sebuah kehidupan yang lebih sederhana?
Sudahkah ambisiku pantas?
Sudahkah angin, selama bertahun-tahun, juga berbicara padaku?
Di suatu tempat, di antara semua pikiran-pikiranku, ada jalan setapak sempit.

Ia menarik, tetapi siapa bisa mengikutinya?
Perlahan pagi yang penuh
membawa pada kita persamaannya yang misterius dan tercinta.
Kemudian, di cabang-cabang batang dari pusat gelapnya mereka,

semakin lebih luwes dan cerah,
berkilau dari matahari yang terbakar dan melebur di sayap burung-burung,
seakan, cuek dan nyaman,
mereka mendamba, mereka bertengkar di cahaya warna merah, yang luas.

Crows (The New Yorker, September 20th 2000)
Mary Oliver (1935-2019)

Thursday, September 4, 2025

Ichthys

Sedalam pinggang dalam sebuah arus pada suatu hari
Aku menangkap sebuah kilasan
pada cermin sebuah mata jeli
yang membelit menusuk kami berdua
ketika melawan kail yang terkubur
Permukaan sungai dalam
ketenangannya dan luncuran bengkak
mengalir hitam dan berat
di lingkar kaki-kakiku,
mengisap sepatu botku,
melemparkannya kembali
apa yang tampak pada riaknya
berlalu surut, mengerlip
pikiran-pikiran ke dalam
aliran tahun-tahun yang telah lewat–
rasa-rasa bersalah yang keras digigit, luka-luka jalan keluar–
mendorong melalui hati,
meracuni darah, mencuat keluar.
Dalam udara musim panas yang indah,
di antara gelincir dan terjepit
ia terkesiap, dan terlintas
wajah kematian,
tak pas untuk kekacauan sementara ini,
dan kemudian, sebagaimana bahwa, kembali
ke antara dedaunan yang tenggelam,
batu-batu berguling, langit tinggi, rumput cerah–
berkilauan, rapuh seperti kaca.

Ichthys (The New Yorker, August 25th 2025)
Jay Fielden



 

Thursday, August 28, 2025

Kita Akhirnya Bermain

 Nada akar keberadaan kita menjadi malamgerah ini di dalam

ranjang bertingkat anak lelaki

Ketidaksesuaian burunghantu rasasekeliling sinarmatahariberpeluh dan bulanlampusorot

insomnia kedua-duanya.

Perselisihan ala mustang (tulangkering-betis) kita melompati spiralmata

pada matahariteh dan gula.

<< berjaga-jagalah untuk dirimu sendiri aku bisa membunuhmu lagi dengan mudah >>

Sistol diastol tak manis tak terkekang (dan kembali lagi)

(dan seterusnya)

Dari penghasut vs yang diperburuk; tak terkekang-yang di arteri

saudaramemukul

pada tendang-tinju (dan cekik-mencekik dan menangkis) yang bermain di permainan.

We Being Ludere (poets.org, August 28th 2025)
Atsuro Riley

Wednesday, August 20, 2025

Eros

             Antara membiarkan pergi dan membebaskan

Ada sebuah perbedaan yang kukira
             itu adalah aku. Tak diberkati. Arogan. Berbisa
seperti runcing tunjuk. Surai kuda mengendur. Busur
            Gemetar dari jauh yang dalam. Udara memotong
Tanpa jejak. Ada keyakinan, sebuah tarikan
            Mendekat, mendekat, cukup dekat, kemudian
Terlalu dekat. Berharap, merindu, melanjutkan–
            Ke dalam bayangan kubawa diriku
Sejauh yang aku mampu. Jiwa. Tanah. Sedang ternoda
            Kubuktikan aku bisa melangkah ke dalam sekali
Lagi. Hutan. Gunung. Gurun. Darah,
            sumber daya dan penolongku. Sementara dalam perang
Di pikiranku, aku pergi lebih jauh ketimbang dari yang kupikirkan–
            Pemanah, aku adalah kesalahan-kesalahanku. Panahlah, Aku salah
Dalam hasrat. Apakah aku adalah targetku? Tak mengharap belas kasihan.
            Demi kebaikan atau keburukan, apapun yang terjadi,
aku akan lebih baik. Aku akan lebih buruk–
            Ayo pergi. Tak seorang pun mengharapkan kita. Bersiaplah.
Pergi adalah satu jamnya hantu di atas teluk
            Seperti para lumba-lumba, sebuah kenangan, merobek permukaan
Dari kedalaman tak dikenal, tertahan di antara
            Tanah dan apakah dan seandainya dan laut dan
Aku menduganya udara. Sebuah momen yang bukan
            Ini, kami nyalakan. Cemerlang. Temui aku
Di pesisir. Aku bertujuan dengan hidupku untuk membuktikan
            Kita bisa lebih gembira ketimbang orang-orang yang kita cintai.
Yang membedakan adalah jarak, menyingsing. Berselisih jalan. Terbebas–
Eros (Poets.org, August 20th 2025)
Paul Tran
  
            
 

Wednesday, August 13, 2025

Puisi Bola

Bagaimana nasib bocah lelaki itu kini, yang telah kehilangan bolanya.
Apa, apa yang akan dilakukannya? Aku lihat bolanya bergerak
Memantul gembira, turun ke jalanan, dan kemudian
Dengan gembira mengapung–di sana di atas air!
Tak ada gunanya bilang ‘O masih ada bola-bola lain’:
Sebuah kedukaan besar yang mengguncang menenangkan sang bocah
Ketika ia berdiri kokoh, gemetar, menatap ke bawah
Seluruh hari-hari mudanya masuk ke dermaga tempat
bolanya pergi. Aku tak ingin mengganggunya,
Sepeser uang, bola yang lain, tak ada artinya. Kini
Ia merasakan tanggung jawab pertama
Dalam dunia kepemilikan. Orang-orang akan mengambil bola,
Bola akan selalu hilang, bocah kecil,
Dan tak seorang pun membeli bolanya kembali. Uang abadi.
Dia belajar, tepat di belakang mata putus asanya,
Epistemologi kehilangan, bagaimana caranya bangkit,
Mengetahui apa yang setiap laki-laki suatu hari harus tahu
Dan di sebagian besar hari tahu, bagaimana caranya bangkit
Dan secara perlahan cahaya kembali ke jalanan,
Sebuah peluit ditiup, bola hilang dari pandangan.
Tak lama kemudian bagian dari diriku akan menggali dalam dan gelapnya
Lantai dermaga.. Aku ada di mana-mana,
Aku menderita dan bergerak, pikiran dan hatiku bergerak
Dengan semua yang menggerakkanku, di bawah air
Atau tiupan peluit, aku bukanlah seorang anak kecil.

The Ball Poem (Collected 1937-1971)
John Berryman (1914-1972)


Sunday, July 20, 2025

Kakek Buaya

Legenda bilang
dan siapalah aku untuk tak percaya!

Matahari bertengger di atas laut
membuka matanya
dan dengan sinarnya
menunjukkan sebuah jalan

Dari kedalaman laut
seekor buaya mencari nasib
mengintai kolam cahaya, dan di sana ia muncul

Kemudian dengan letih, dia merentangkan dirinya
pada waktunya
dan persembunyiannya yang menggumpal berubah wujud
menjadi sebuah pegunungan
di mana orang-orang lahir
dan di mana orang-orang mati

Kakek buaya

–Legenda bilang
dan siapalah aku untuk tak percaya
bahwa dia adalah Timor!

Grandfather Crocodile (Mar Meu–Poemas e Pinturas de Xanana Gusmao (2002). Diterjemahkan dari Bahasa Portugis dengan judul Crocodilo Avo ke Inggris oleh Kristy Sword dan Ana Luisa Amaral . Judul asli dalam bahasa Tetun adalah Abo Lafaek)

Xanana Gusmao (1946– )

Wednesday, July 9, 2025

Sang Nenek Tua di Wastafelnya

Tentu saja, wastafel itu tak pernah kosong,
atau bahkan: dikosongkan, sebentar, kemudian penuh
lagi: satu piring; satu mug;
banyak sendok. Sebilah pisau.
Yang kuasah. Yang tumpul. Di luar
jendela: malam risik ramai, datang;
air mengering, juga logam. Aku, juga, tenggelam
dalam mulut dangkal ranjang, kolongnya
aku masuk ke dalam detaknya. Malam
seperti sebuah wastafel: penuh: getar udara
mempercepat lubang nafas,
membengkakkan kantung tenggorokan;
sebuah sayap hening; kemudian menjerit; cakar basah
di dalam sampah; di dalam sikat. Seperti malam
aku tenggelam; rongga kecil di tenggorokan,
penuh oleh air, bengkak; juga penuh logam. Kurasakan dengan cakarku
lubang-lubang kecil tubuhku,
kolam-kolam kecil; tepian di sampingnya;
merasa dengan sayapku sebuah cangkir yang mendangkal,
cakrawala sendok. Kutelan.
Pisau pikiran. Yang kuasah.
Yang tumpul. Sebuah pedang. Pada diriku sendiri kukatakan:
pilih.
Apakah aku kosong.
Aku penuh.

The Crone at Her Sink (New England Review–July 2025)
Donika Kelly

Saturday, July 5, 2025

Ode

Di taman-taman Adonis, Lydia, aku suka
Sebagian besar dari seluruh mawar-mawar yang
diburu
             Tepat pada hari mereka lahir,
             Tepat pada hari itu, juga harus mati.
Abadi, bagi mereka, cahaya hari:
Mereka lahir ketika matahari sudah tinggi
              Dan mati di depan arus Apollo

             Di seberang langit yang terlihat berlari
Juga kita, dari hidup kita, mesti berhasil suatu hari:
Kita tak pernah tahu, Lydiaku, tidak juga ingin
              Tahu tentang malam sebelum dan atau sesudah
               Yang sebentar ketika kita mungkin bertahan.
2.
Untuk jadi besar, menjadi keseluruhan: tak ada yang
              Harus engkau lebih-lebihkan atau tiadakan.
Dalam setiap hal, jadilah semuanya. Berikan semua dirimu
               Setidaknya engkau pernah berbuat.
Bulan seluruh, karena ia menunggang begitu tingginya,
                Terbayang di setiap kolam.
Odes (Poetry Foundation-1955)
Fernando Pessoa (1888-1935)

Friday, July 4, 2025

tak cukup idiom tentang bintang-bintang

kukira salah satu yang bagus bisa seperti ini:
langit cukup kecil tanpa kita
mengganggunya demi bintang-bintang. atau, terkait itu:
satu bintang yang bagus sulit untuk ditemukan. atau entah bagaimana
di bawah kulit sebiji jeruk engkau akan mendesiri langit. atau: betelgeuse
adalah sebuah jalan neraka untuk menghabiskan malam. atau
sebuah gugus bintang yang lebih baik ketimbang satu tidur buruk lagi.
engkau tidak bisa bermimpi dengan mulutmu
terbuka dan menangkap cahaya bintang yang tepat.
jika engkau merentang di atas ranjang engkau akan menemukan cahayanya
tetap melintasi tanganmu seperti losion.
jika aku melebih-lebihkan, dan meminta perhatian tidak untuk apa-apa,
itu karena aku terlambat, aku telah menjadi
sebuah bintang keras yang keluar fokus. untuk membuat bencana, untuk berada
di antara para bintang, adalah untuk mengutuk seorang musuh dengan tinta tergelap.
bayangkan galaksi sebagai dongeng susu yang tumpah. gambar
menginginkan air jeruk. aku menduga beberapa hal-hal ini
adalah lebih ke idiom-idiom ruang angkasa. memalukan bahwa kapanpun dalam setahun,
apapun yang engkau rasakan, langit malam
tetaplah sama. atau apa yang kumaksudkan adalah aku tidak pernah benar-benar tahu soal musim, tetapi ya, aku memimpikan dia.

there aren’t enough idioms about the stars (Poets.org–July 4th 2025)
Keith S Wilson

Saturday, June 28, 2025

Setiap Pagi

Aku baca koran,
Kubuka lipatannya dan menelitinya dengan cahaya matahari
Cara mortir-mortir merah, dalam foto-foto,
melengkung menuju pemukiman-pemukiman
seperti bintang-bintang, cara kematian
menyisir semua hal ke dalam puing abu-abu sebelum
kamera bergerak. Bagian
mana pada kegelapan jiwaku
bergetar: engkau tak ingin tahu lebih banyak lagi
soal ini. Dan kemudian: engkau tak tahu apapun
kecuali kau melakukannya. Bagaimana orang-orang tidur
bangun dan berlari ke gudang bawah tanah,
bagaimana anak-anak menjerit, lidah-lidah mereka
berusaha untuk berenang menjauh–
bagaimana sang pagi muncul
seperti sekuntum mawar putih yang pelan
ketika jumlah memanjati ambang batas yang menggelembung.
bergerak di antara mobil-mobil yang dihantam, jalan-jalan
di mana ambulans-ambulans berdentang tak akan
berhenti sepanjang hari, kematian seperti sebuah kebiasaan–
bagaimana terkadang kamera jeda ketika satu keluarga
menghitung, dan semua dari mereka hidup,
mulut kering mereka adalah gua tanpa kata-kata
dalam bulan-bulan belepotan di wajah-wajah mereka,
sebuah kegilaan yang sejauh ini kita tidak punya nama untuknya–
semua ini aku baca di koran,
dalam cahaya matahari,
aku membaca dengan mataku yang dingin, tajam.
Every Morning (Poetry–1986)
Mary Oliver (1935-2019)

Thursday, June 26, 2025

Soneta Warga Amerika Karolina Selatan untuk Hari Kemerdekaan

Rasa nyaman bau babi asap di pagi hari sebagian besar membakar lemak dan garam, tetapi rasanya manis sebagai bagian babi yang menyimpan jiwa. “Jika engkau tak memberkatinya, ia mungkin membuatmu tersedak,” demikian sepertinya yang hendak dikatakan Ma di depan piring. Definisiku tentang keluarga termasuk di dalamnya rasa tahu kerabat dan berpikir bahwa mereka semua tahu tentangmu, tetapi hanya membicarakan hal-hal ini dengan anggota keluarga ketika engkau tak ada di ruangan. Terakhir kali aku pulang, sepupuku menawariku daging cincang, sisa tumbukan babi sebelum perang, mendidih, utuh-liver dan paru-paru, otak ke moncong dan tengkorak-tertutup saus panas & dihidangkan di atas setumpuk nasi instan. Aku bilang, “Wah tidak,” tetapi kubiarkan sedikit menyentuh lidahku demi sopan-santun, sebelum bilang “Wah tidak” dua kali.

South Carolinian American Sonnet for Independence Day (The New Yorker-June 23th 2025.

Terence Hayes (1971- )

Wednesday, June 25, 2025

Perdamaian Alam Bebas

Bukan perdamaian gencatan senjata,
bahkan bukan penglihatan serigala dan domba
tetapi lebih kepada
sebagaimana di dalam hati ketika selesai gembira
dan engkau hanya bisa bicara tentang satu kelelahan besar.
Aku tahu bahwa aku tahu caranya membunuh,
yang membuatku menjadi seorang dewasa.
Dan anak lelakiku bermain dengan senapan mainan yang tahu
cara untuk membuka dan menutup matanya dan mengucapkan Mama.
Sebuah perdamaian
tanpa keributan besar memukulkan pedang-pedang ke mata bajak,
tanpa kata-kata, tanpa
gedebuk stempel karet yang berat: biarkanlah terjadi
ringan, mengapung, seperti busa putih yang malas–
siapa bicara soal menyembuhkan?
(Dan lolongan yatim piatu diteruskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya: seperti dalam pacuan estafet:
tongkat tak pernah jatuh.)

Biarkan ia datang
seperti bunga-bunga liar,
secara tiba-tiba, karena ladang
harus memilikinya: perdamaian alam bebas.

Wild Peace (1971–diterjemahkan dari Ibrani dengan judul Shalom Bar ke Inggris oleh Channa Bloch & Stephen Mitchell terbitan 1996).
Yehuda Amichai (1924–2000)

Friday, June 20, 2025

Kisah tentang Pertandingan antara Orang Yunani dan Orang China dalam Seni Lukis dan Potret

Suatu kali orang-orang China berkata, ‘di seni kami adalah yang terbaik!’
            Orang-orang Yunani berkata, ‘Dengan bakat lebih besar kami diberkati!’
Sang Sultan berkata, ‘Aku akan menyiapkan sebuah ujian bagimu
            Untuk melihat mana dari klaimmu yang sungguh benar.’
Mereka bersiap melukis sisi dalam sebuah ruang,
            Dalam pengetahuan orang Yunani memang jauh lebih superior.
‘Ayo, tunjukkan kami sebuah ruang,’ kata orang China,
           ‘Dan berikan orang Yunani satu ruang yang mirip, kami mohon.’

Mereka mendapatkan ruangan bersebelahan yang berbentuk sepasang,
            Setengah untuk masing-masing kelompok, maka demikian sangat adil;
Kemudian orang China meminta banyak cat,
            Sang raja memberikannya, murah hati seperti seorang orang suci:
Setiap subuh orang-orang dari gudangnya akan membawakan
            Lebih banyak cat untuk mereka sebagai hadiah dari raja yang murah hati ini,
Orang Yunani berkata, ‘lukisan penuh warna tidak akan membuktikan
            Keberhasilan–warna adalah apa yang harus kita singkirkan!’
Mereka menutup ruang mereka, memoles setiap dinding
            Bersih seperti surga-surga di atas kita semua;

Warna pada ketiadaanwarna bisa mengubah sangat cepat,
            Warna adalah seberkas awan, ketiadawarnaan bulan;
Jika dalam kabut beberapa pancaran harus muncul,
            Itu berasal dari matahari dan bulan yang disinarinya.
Ketika orang China merasa karya mereka sudah selesai
            Mereka menabuh genderang mereka untuk merayakan pencapaian itu,
Sang raja datang dan melihat lukisan-lukisan itu di sana
            Yang memesonakannya, karena keindahannya sangat langka;
Kemudian dia pergi ke orang-orang Yunani, yang dengan cepat mengangkat
            Layar di depan dan membuatnya semakin kagum:

Gambar di karya itu sangat bagus
            Membias di dinding yang membuat mereka bersinar–
Apapun yang ia lihat di sana menyinari setiap dinding
            Dari rongga mulai mata mereka berjatuhan!
Orang Yunani jelas membela para Sufi:
             Tanpa teknik-teknik dari buku-buku teori,
Mereka telah membersihkan dada mereka dengan baik yang membuat mereka bersinar terang
              Jauh dari semua kekikiran, hasrat, dan kedengkian.
Hati adalah sebuah cermin dengan semacam kemurnian
               Ia bisa membiaskan bentuk-bentuk dari keabadian:

Semacam gambar yang murni, tak terikat, tak seperti karya seni,
               Bersinar melalui tangan Musa dari hatinya;
Bahkan surga pun tak mampu menampung bentuk-bentuk ini               
               Bukan takhta, bukan lautan, bukan pula dataran terbuka,
Karena mereka semua diberi angka dan dibatasi,
               Sementara para hati adalah satu dan mereka tak terbatas–
Otak jatuh dengan hening di sini atau tersesat:
               Hati bersama Tuhan, atau adalah Tuhan dalam beberapa hal.
Tak ada bentuk yang membias bersinar selamanya
               Tetapi melalui hati, rumah ketakterbatasan,

Dengan setiap gambar yang bisa mencapai tempat ini
                Muncul tanpa tabir di seberang wajahnya.

Para pemoles melemparkan semua warna, maka mereka bisa
                Dengan setiap nafas melihat apa yang indah dan bagus:
Melampaui sekam pengetahuan yang bisa mereka lihat,
                Mereka mengangkat bendera kebenaran yang pasti,
Semua pikiran telah meninggalkan mereka, karena mereka telah melihat cahaya
                Kedalaman laut dan dada-dada mereka masih terlihat.
Tersebab kematian seluruh orang-orang lainnya berlari ketakutan,
                Mengolok-olok dan menertawakannya orang-orang ini berani

Untuk menaklukkan hati mereka tak ada harapan di neraka–
                 Permata tak disakiti, hanya cangkangnya belaka;
Melampaui tata bahasa, hukum, teologi,
                  Mereka telah memilih peniadaan diri, kemiskinan,
Ketika gambar-gambar dari surga menyinari bumi
                   Hati mereka menerimanya, dan mereka tahu mereka berharga;
Tempat mereka lebih mulia ketimbang Takhta Tuhan,
                   Kursi Kepastian Tuhan telah mereka ciptakan sendiri.

The Story About The Competition Between The Greeks and The Chinese in The Art of Painting and Potraiture (The Masnavi–translated from Persian to English by Jawid Mojaddedi 2004)
Jalaluddin Rumi (1207-1273)




 


           

Wednesday, June 18, 2025

Penghentian Terbaik

Apakah aku dulunya adalah seorang nabi atau sekretaris,
bahwa pada akhirnya pengalaman yang belum pernah kualami mungkin bisa diterapkan pada masalah-masalah akhir.
Sebagai lawan terhadap pertapaanku yang kurang penuh, yang tak pernah pengetahuanku harus menginspirasi sebuah algoritma tunggal, alami atau sebaliknya. Masih, aku tak mendengar akhir
dalam kepalaku. Apakah aku dulunya adalah sebuah balada
yang terlibat dalam sebuah teori pengurangan
yang dikembalikan, di dalam surga, seperti waktu, akhirnya tetap
hilang seperti cincin tungsten yang pernah kita pakai untuk mematahkan
kemajuan-kemajuan yang tak diinginkan. Tiga puluh tujuh persen waktu, aku tak mengajukan lamaran.
Meskipun surat-surat tetap bergulir masuk, berterimakasih padaku karena membagikan karyaku yang menjanjikan.
Karyaku ditatap selamanya di elevator yang tak bisa kunaiki–
karena, untuk semua angka yang menarasikan ketergantungan
penyeimbang-penyeimbang dan kabel-kabel sublim,
yang untuk berabad-abad secara lembut menyampaikan usaha
terbaik kita ke kantor-kantor pojok, aku tak pernah bisa merencanakan
kurva yang kupercayai…tak pula menelusuri janji parabolis pada apa yang bisa bertahan, berdiri
seperti sebuah gnomon dalam matahari yang hina, menghitung cara-cara, menodai tangga-tangga tak licin
dengan bayangan-bayangan berbentuk kaki, tak mampu dihentikan.

Optimal Stopping (The Nation , June 10th 2025)
Devon Walker-Figueroa

 

  

Friday, June 13, 2025

Aku tak Ingin Jadi Baik

Ada di sini dia sekarang

Jari-jari cepat, mata pakar
Dan ‘apa kabar’ yang itu-itu juga
Jijik adalah penyamarannya bodohnya
Dia ingin bersepatah kata denganmu

Masalahnya adalah di akhir
Mulutnya perlu berlatih
Hal terakhir yang kubutuhkan adalah seorang teman yang lain lagi
Aku tak ingin jadi baik

Aku tak ingin jadi baik
Aku kira menyumpah itu cerdas
Lebih baik mencari beberapa suara nasehat
Lebih baik melihat ke tempat lain

Wajahmu adalah sebuah kasus yang jelas
Engkau tak harus menunjukkannya
Ini bukanlah waktunya bukan pula tempatnya
Untuk menyelesaikan masalah-masalah ini

Apa yang kau lihat adalah apa yang kau dapatkan
Engkau hanya hidup dua kali
Seorang teman yang membutuhkan adalah seorang teman yang berutang
Aku tak ingin jadi baik

Tidak kita tak pernah bertemu sebelumnya
Aku sangat senang untuk bilang
Jauh dari orang asing yang sempurna
Aku ingin membiarkannya tetap seperti itu

Aku bukanlah psikoanalismu
Aku lebih suka bicara pada tikus
Engkau terlalu mudah menentang
Aku tak ingin jadi baik

Aku tak ingin jadi baik
Aku kira menyumpah itu cerdas
Lebih baik mencari beberapa suara nasehat
Lebih baik melihat ke tempat lain

Wajahmu adalah sebuah kasus yang jelas
Engkau tak harus menunjukkannya
Ini bukanlah waktunya bukan pula tempatnya
Untuk menyelesaikan masalah-masalah ini

Apa yang kau lihat adalah apa yang kau dapatkan
Engkau hanya hidup dua kali
Seorang teman yang membutuhkan adalah seorang teman yang dalam
Aku tak ingin jadi baik

I Don’t Want To Be Nice (Disguise in Love–1978)
John Clopper Clark (1949 - )

Saturday, June 7, 2025

Buatlah Audiobook Sebelum Buku Dibuat

Setiap pagi, berdiri di depan cermin berkabut
bicara pada bayanganmu. Buku puisimu
sedang dicetak di sana. Nafasmu membelok
ke dalam baris-baris puisi sebelum digandakan kembali
terpisah menjadi beberapa gema dan arah.

Puisi terpenting dan paling tak penting
menjadi ketika air dan cermin memisahkan engkau
ke dalam lapisan-lapisan. Ketika beberapa darinya berkabut
di pagi hari, beberapa jelas seperti kaca,
masa depan datang. Dengan demikian, puisi-puisi
mungkin merefleksikan sudut pandang kaca
yang akan engkau lewati sepanjang hari, seakan
sepasang kembar menghantui penglihatanmu ke sekeliling.
Engkau duduk merokok ketika yang tercinta melayang
menuju pancuran mandimu. Jendela terbuka,
sebuah setapak selalu di sana. Mendengar terasa nyata
dan nirnyata ketika engkau melihatnya seperti sebuah warna
yang tak dinamai oleh siapapun. Di luar, mesin-mesin
meruntuhkan gedung lama untuk membangun
gedung yang lebih baru. Sinar matahari memanjat di antara
tubuh-tubuh berpasangan dan tak berpasangan.
Cermin-cermin membiaskan puisi-puisi terbaik
yang melengkung sehingga membaca terasa
seperti menatap ke dalam lorong beriak.
Cermin-cermin cekung dan cembung membentuk
sampul luar buku melebih-lebihkan ekspresi,
membuat yang lain tampak merentang, tertindih,
dan berubah, mencermini kelenturan
puisi-puisi itu sendiri. Nada dan topik
terangkat seperti cahaya di atas air bergerak.
Hujan jatuh ke pancuran, meluncuri
satu tubuh ia tak bisa menutupi irama
sebuah lagu yang asing. Engkau nyaris bisa mendengar
di dalamnya: sebuah ratapan. Pintu tertutup.
Tak pernah tertutup sebelumnya.
Make the Audiobook Before The Book is Made (The New Yorker–May 19th 2025)
Terrance Hayes (1971-)
 

Perayaan Sang Kadal

Singa-singa di jalan dan berkeliaran
Anjing-anjing sedang birahi, mengamuk, berbusa
Seekor binatang buas terkurung di jantung sebuah kota
Tubuh ibunya
Membusuk di tanah musim panas.
Ia meninggalkan kota.
Ia pergi ke Selatan
Dan menyeberangi perbatasan
Meninggalkan kekacauan dan keberantakan
Di belakang sana
Di atas bahunya.
Suatu pagi ia terjaga di sebuah hotel hijau
Dengan suatu makhluk aneh mengerang di sampingnya.
Peluh mengalir dari kulitnya yang berkilauan.
Apakah semua orang di dalam?
Acara akan dimulai.
Bangun!
Engkau tak bisa mengingat di manakah itu.
Apakah mimpi ini berhenti?
Sang ular pucat keemasan mengkilap dan menyusut
Kami takut menyentuhnya.
Seprei sepanas penjara mati.
Dan ia disampingku, tua,
Dia, bukan; muda.
Rambut merahgelapnya.
Kulit lembut yang putih.
Kini, berlarilah menuju cermin di kamarmandi,
Lihat!
Dia datang ke mari.
Aku tak bisa hidup melalui setiap abad yang perlahan
karena gerakan dia.
Kubiarkan pipiku meluncur turun
Ubin halus yang dingin
merasakan darah dingin menyengat yang bagus.
Desisan halus ular-ular
hujan…
~~~
Aku pernah punya sebuah permainan kecil
Aku suka merayap kembali ke dalam otakku
Aku pikir engkau tahu permainan yang kumaksud
Maksudku permainan yang disebut “Jadilah Gila”
Kini engkau harus mencoba permainan kecil ini
Hanya menutup matamu lupakan namamu
lupakan dunia, lupakan orang-orang
dan kita akan membangun sebuah menara yang berbeda.
Permainan kecil ini menyenangkan untuk dilakukan.
Tutup saja matamu, tak akan kehilangan apa-apa
Dan aku di sini, aku juga akan
Melepaskan kendali, kita akan mendobrak
~~~
Jauh ke belakang ke otak dalam
Jauh ke belakang dunia penderitaan
Ke belakang di mana tidak pernah ada hujan
Dan hujan jatuh dengan lembut ke atas kota
Dan ke atas kepala kita semua
Dan dalam labirin arus di bawahnya
Kehadiran tak tergali hening
bukit yang gugup berdiam dalam bukit-bukit lembut di sekitarnya
Reptil berlimpahan
Fosil-fosil, gua-gua, ketinggian udara dingin
Setiap rumah mengulang cetak bentuknya
Jendela-jendela digulung
Sebuah mobil binatang buas terkunci melawan pagi
Semuanya kini sedang tidur
Karpet-karpet diam, cermin-cermin menganggur
Debu buta di bawah ranjang pasangan-pasangan yang sah
Luka di seprei-seprei
Dan anak-anak perempuan, berpuas dengan air mani
Mata-mata pada puting mereka
Tunggu! Ada satu pembantaian di sini
Jangan berhenti bicara atau melihat ke sekeliling
Sarung tanganmu dan kipas angin ada di tanah
Kita akan keluar dari kota
Kita akan berlari
Dan engkau adalah salah seorang yang kuinginkan datang!
~~~

Tak menyentuh bumi, tak melihat matahari
Tak ada yang tersisa untuk dilakukan kecuali lari, lari, lari
Ayo lari, ayo lari
Rumah di atas bukit, bulan masih membentang
Bayangan-bayangan pepohonan menyaksikan angin semilir liar
Ayo, sayang, berlarilah bersamaku
Ayo lari
Berlarilah bersamaku, berlari bersamaku, berlari bersamaku
Ayo lari
Rumah besar itu hangat di puncak bukit
Kaya dengan kamar-kamar dan kenyamanan-kenyamanan di sana
merah adalah tangan kursi-kursi mewahnya
Dan engkau tak akan tahu apapun sampai engkau masuk
Mayat presiden yang mati di mobil supir
Mesinnya menyala dengan lem dan aspal
Datang bersama-sama, tidak bergerak terlalu jauh
Menuju timur menemui Tsar
 
Berlarilah bersamaku, berlari bersamaku, berlari bersamaku
Beberapa penjahat hidup di tepi sebuah danau
Anak-anak perempuan menteri jatuh cinta dengan ular
Yang hidup di dalam sebuah sumur di tepi jalan
Bangunlah, gadis! Kita sudah hampir sampai di rumah
Matahari, matahari, matahari
Terbakar, bakar, bakar,
Bulan, bulan, bulan
Aku akan mendapatkanmu segera…segera…segera!
Aku adalah Raja Kadal
Aku bisa melakukan apapun
~~~
Kami turun ke sungai-sungai dan jalan-jalan besar
Kami turun dari hutan-hutan dan air terjun-air terjun
Kami turun dari Carson dan Springfield
Kami turun dari Phoenix yang terpesona
Dan aku bisa memberitahumu nama-nama kerajaan
Aku bisa memberitahumu hal-hal yang engkau tahu
Mendengarkan segenggam keheningan
Memanjat lembah menuju tempat teduh
~~~
Selama tujuh tahun aku berdiam dalam istana pengasingan yang longgar
Memainkan permainan-permainan dengan gadis-gadis pulau
Kini aku datang lagi ke tanah keadilan
Dan kekuatan dan kebijaksanaan
Saudara-saudara dan saudari-saudari hutan pucat
Anak-anak malam
Siapa di antara engkau yang akan berlari bersama sang pemburu?
Kini malam tiba dengan legiun ungunya
Mundurlah kini ke tenda-tendamu dan ke mimpi-mimpimu
Esok kita masuk ke kota kelahiranku
Aku ingin bersiap
The Celebration of The Wizard (1970)
Jim Douglas Morrison (1943–1970)

Wednesday, May 28, 2025

Rahasia Diri (17-46)

Aku bikin bisu para musisi ketika mereka berkumpul,
Aku pukul sanubari semua yang mendengarku
Karena kecapi kejeniusanku memiliki melodi yang langka:
Bahkan bagi kawan sejawat pun laguku asing.
Aku lahir ke dunia sebagai sebuah matahari baru,
Aku belum tahu cara dan gaya langit:
Bintang-bintang belum pergi dari hadapan kemegahanku
Air raksaku pun belum bergejolak;
Laut adalah yang tak tersentuh oleh sinar tarianku
Gunung-gunung adalah yang tak tersentuh oleh warna merahtuaku
Mata keberadaan tak familiar denganku;
Aku bangkit gemetar, takut menunjukkan diriku.
Dari Timur subuhku tiba dan mengarahkan Malam,
Sebutir embun segar berdiam di atas mawar dunia.
Aku menantikan para rahib yang bangun di waktu fajar:
Oh, bergembiralah mereka yang akan memuja apiku!
Aku tak butuh telinga hari Ini,
Aku adalah suara penyair hari Esok.
Zamanku sendiri tak mengerti makna-makna dalamku,
Yusufku tidak untuk pasar ini.
Aku putus asa dengan sejawat-sejawat lamaku,
Sinaiku terbakar demi Musa yang datang.
Laut mereka hening, seperti embun,
Tetapi embunku dilanda badai, seperti lautan.
Laguku dari dunia lain dari lagu-laguku mereka:
Lonceng ini mengimbau para musafir untuk mengambil jalan.
Seberapa sering seorang penyair yang setelah mati
Membuka mata kita ketika matanya sendiri tertutup,
Dan bergerak bertualang lagi dari ketiadaan
Ketika mawar-mawar mekar di atas tanah kuburannya!

Muhammad Iqbal (1877-1938)
Diterjemahkan dari versi Bahasa Inggris Asrar-I Khudi berjudul The Secrets of The Self. Terjemahan dari Persia ke Bahasa Inggris oleh Reynold A Nicholson–1920).

Wednesday, May 21, 2025

Ini Kakiku Tuan

loteng dan jendela sepatu luncur esku di dinding
para Pengkhotbah bisa melihat pintu kayu kuning pucat kamar mandi
kamar kecil kaki-kaki muda bulu-bulu kaki hitam berkilau
“ini kakiku tuan.”
kilau tunggul membasuh cakrawala lavendernya
merasakan erangan anak lelaki dan juga maksudnya
wajah seorang bocah jelek di meja dokter
aku adalah bayangan lilin senja dan kaca jendela yang aneh
aku adalah noda dan merengeki waktu yang hilang di bayangan langit
bintik-bintik air terpolusi di bawah kaca jendela cakrawala lavendernya
noda digerayangi oleh beberapa bocah lelaki dingin kehilangan marmer di ruangan
meja dokter bercambang…wajahnya…
kulit si bocah menyebar menjadi sesuatu yang lain
“KRISTUS APA ITU?” IA menjerit
daging dan tulang mawar tornado
“ITU SAKIT”
aku adalah noda dan merengeki bulu belakang kaki yang kemilau
kertas perak di dalam angin berjumbaian suara kota yang jauh.

My Legs Senor (Reality Studio from Second Aeon 16/7 1973)
William S Burroughs (1914-1997)

Friday, May 16, 2025

Aku Dikunjungi oleh Seorang Editor dan Seorang Penyair

aku baru saja menang 115 Dollar dari para penggeleng kepala dan
telanjang di atas ranjangku
mendengarkan sebuah opera seseorang dari para orang Italia
dan baru saja mengusir seorang wanita kendor
ketika ada sebuah ketukan di pintu,
dan sejak para polisi menggeledah sebulan atau lebih yang lalu,
aku jadi berteriak gelisah–
siapa sih ini? apa yang kau inginkan, bung?
aku penerbitmu! seseorang berteriak balik,
dan aku berteriak, aku tidak punya penerbit,
coba pintu sebelah, dan dia balik berteriak,
kau Charles Bukowski, bukan? dan aku bangkit dan
mengintip melalui terali besi untuk memastikan itu bukan polisi,
dan kupakai jubah mandi pada ketelanjanganku,
menendang sebuah kaleng bir dari jalan dan menyuruh mereka masuk,
seorang editor dan seorang penyair.
hanya seorang yang minum bir (si editor)
jadi kuminum dua, satu yang tadinya untuk si penyair dan satu untuk diriku sendiri
dan mereka duduk di sana berpeluh dan melihatku
dan aku duduk di sana berusaha menjelaskan
bahwa aku bukanlah benar-benar seorang penyair dalam arti biasa
kuceritakan mereka tentang peternakan dan rumah jagal
dan lintasan pacu dan kondisi beberapa penjara kita,
dan si editor tiba-tiba mengeluarkan lima majalah dari portofolio
dan melemparkannya ke sela-sela kaleng bir
dan kami bicara tentang Bunga-Bunga Setan, Rimbaud, Villon,
dan beberapa yang mirip penyair modern:
JB May dan Wolf si Hedley sangat rapi, kuku jari bersih, dan sebagainya;
aku minta maaf soal kaleng bir, brewokku, dan semua yang ada di lantai
dan tak lama kemudian semua orang menguap
dan si editor tiba-tiba berdiri dan aku berkata,
kau pergi?
dan kemudian si editor dan si penyair berjalan ke arah pintu
dan kemudian aku berpikir baiklah sialan mereka mungkin tidak suka
apa yang mereka lihat
tetapi aku tak menjual kaleng bir dan opera Italia dan
kaus kaki bolong di bawah tempat tidur dengan kuku-kuku kotor,
aku menjual rima dan hidup dan baris kata,
dan aku berjalan dan membuka sebuah kaleng bir baru
dan aku melihat lima majalah dengan namaku di sampulnya
dan aku bertanya-tanya apa maksudnya,
bertanya-tanya apakah kita menulis puisi atau berkerumun bersama dalam
sebuah tenda besar
                        menjepit lubang pantat.

I Am Visited by an Editor and a Poet (Poetry.org from The Roominghouse Madrigals: Early Selected Poems 1946-1866)
Charles Bukowski (1920-1994)

Sunday, May 4, 2025

Ngent*tin Jiwa

Bak rendam di Hotel Bowery
luar biasa tetapi lebih baik sendirian.
Seperti seks secara umum karena
ngent*tin jiwamu jarang membuat tua.
Makan siang adalah makanan paling sedih hari ini
dan Oktober indah.
Seharusnya datang sekitar dua kali
tetapi ternyata tidak. Beberapa hal
tunggal. Aku memikirkan engkau selalu
bahkan jika orang-orang bilang engkau tak baik.
Apa yang mereka tahu soal
ngent*t jiwa lagi pula?
Sedih betapa bahkan seks
menjadi memakan sebiji jeruk.
Menarik di awal dan kemudian
mencair. Hanya air.
Dan aku tahu kita tidak ngent*t
tetapi seperti berdiri
di depan sebuah lukisan.
Lebih menarik ketimbang
mengetahui sang seniman di atas bumi.
Orang-orang tak akan mengerti
satu sama lain di dunia ini. Benar-benar tidak.
Kita tidak dikenal seperti setiap musim dingin
atau pikiran apa yang melompat
pada seseorang di hari itu. Tak seorangpun
mengenalku persis seperti engkau.
Seorang pribadi memakan sebiji jeruk.
Berjalan di Jalan Bond.
Mencoba sepatu yang tak akan kukenakan
hanya untuk melihat diriku seperti orang lain.
Tak ada diri yang benar-benar.
Tak seorang pun menyentuh dasar apapun.
Aku hanya ingin jiwa
dan aku akan ngent*t jiwa denganmu
di mana saja. Lagi pula.
Aku bisa menonton engkau
mengupas sebiji jeruk selamanya.
Dan tepat sebelum mati
kita harus memikirkan hal-hal terkecil.
Aku bersedia bertaruh untuk ini.
Bukan pada seks atau mengapa setan ada.
Bukan di mana jiwa hidup sepenuhnya.
Lebih seperti seberkas wajah yang
mengenali engkau dari kejauhan.
Sebuah suara yang terasa intim
di momen sebelum
engkau benar-benar berbalik.
Engkau adalah momen itu bagiku.
Engkau adalah berbalik.
Dan ya, aku akan ngent*t jiwa denganmu
menuju keabadian. Aku akan ngent*t jiwa
denganmu tidak seperti siapapun.

Soul Fucking (Ecstasy–2025)
Alex Dimitrov (1984 - )

Monday, April 28, 2025

Dialog-Dialog (Menentang Tuhan)

seberapa kecil engkau merasa

berdiri di tepi Ngarai Bryce

                        tetapi kita selalu kecil

ayahku kembali mulai filosofis

untuk menyebut mengembara menjauh dari siapapun

dia mungkin sudah

bicara kebodohan satu jam

dengannya kami memahat waktu menjadi kehidupan

hidupku bukanlah hidupku

bahwa aku harus mengatakan aku         bahwa aku adalah anak perempuan yang

dianakperempuankan

bahwa kita mungkin berpikir berbeda

bahwa kita berdiri di selisih yang lain

jauh satu sama lain di suatu hari yang berubah tak terkendali dari kejauhan

karena inilah tangisannya mencuci kata-kataku dengan bantahan yang sama

tetapi kita selalu kecil

untuk mengatakan

                                    kita tidak sebagus di sini atau di sana

dalam statisnya jam ketika aku memanggil senja

dan dia memanggil makan malam

                                    hening menahan nafasnya

(“aku belum mati. Tak ada yang tersisa, biarkan saja ‘yang untuk diucapkan’”)

menggangguku bahwa ia mendaku mengetahui pikiranku

ketika lebih sering suatu pikiran bersembunyi seperti matahari dalam kabut

aku meminta padanya sebuah ngarai

sebuah gambar ia menantang kemampuan langit paling biru

bukankah terlalu berlebihan membayangkan ia berdiri dalam pesona

                                    apakah kau melihat dahan pinus aspen yang
                                    pendiam lebih suci-ketimbang-pohon-pohonmu

                                    apakah kau melihat pengairan yang kalem sebuah sungai
                                    sebuah anak sungai dan menjauh ke barat

                                    laut dan negeri kelahiranmu

aku tidak berpikir engkau akan menggunakan sebuah kata

seperti orang suci yang memperhatikanmu dari tempat di mana suaranya duduk sendirian

(taksetuju dan ayahku yang kesepian)

                                    apa yang akan kau dapatkan untuk makan malam ini

                                    berapa kali engkau akan menutup sirkelmu
                                    malam ini

                                    siapa yang akan bicara padaku dan mengapa
                                    malam ini                

                                    ya aku bilang sepanjang waktu

                                    suci suci suci

                                    aku tidak bermaksud aku bermaksud atau mengerti

Dialogues (Againts God) (The Nation, April 18th 2025) 
Jennifer Chang ()