Alangkah cepat waktu berlalu. Rasanya baru kemarin melihat
Cristiano Ronaldo berseteru dengan suporter Athletic Bilbao di San
Mames. Gelandang bertahan Los Leones yang kini berseragam Bayern Muenchen, Javi Martinez, bahkan harus menghampiri "CR7" untuk mencegah sang megabintang meladeni siulan dari seantero stadion.
Peristiwa itu terjadi saat El Real memastikan
gelar La Liga 2011/2012. Laga tengah pekan yang berlangsung pada
Selasa, 2 Mei 2012, itu, menjadi milik Madrid setelah Gonzalo
Higuain-Mesut Ozil-Cristiano Ronaldo menjebol gawang Bilbao dengan skor
akhir 0-3. Tambahan tiga angka dengan dua pertandingan tersisa membuat
posisi "Si Putih" tak tergeser karena secara matematis Barca tak akan
mampu mengejar capaian itu.
Gelar itu dirayakan secara
dramatis saat pemain mengangkat pelatih Jose Mourinho ke udara. Tak
pelak, gelar pertama sejak 2008 itu memang direbut dengan susah payah.
Beberapa
hari sebelum itu, tepatnya 29 April 2012, atau sepekan setelah Madrid
sukses menaklukkan Barca 1-2 di Camp Nou - kemenangan pertama Madrid di
Camp Nou sejak 2008 - sebuah perayaan besar tampaknya sedang
dipersiapkan secara terperinci. Madrid menjamu tamu dari Andalusia,
Sevilla, di Santiago Bernabeu, dengan jadwal tanding lebih awal.
Pertandingan di jornada ke-36 itu digelar siang bolong. Semua berjalan sesuai rencana, Madrid melumat Los Nervionenses dengan skor 3-0. Gol-gol dilepaskan oleh Karim Benzema (2) dan Cristiano Ronaldo (1).
Sehabis laga, kapten Iker Casillas dan sebagian Madridista
sudah membicarakan pesta di Plaza La Cibeles. La Cibeles adalah sebuah
kompleks bangunan warisan zaman neo-klasik dengan sebuah halaman yang
dihiasi patung beserta air mancur. Selain sebagai simbol kota Madrid, La
Cibeles juga biasa menjadi tempat suporter Madrid merayakan gelar La
Liga.
Tak jauh dari sana, tujuh setengah jam kemudian, Barca akan "melancong" ke Vallecas, kandang klub sekota Los Blancos,
Rayo Vallecano. Jadi, bisa dibayangkan! Andaikan Barca jatuh di kandang
Rayo, maka gelar La Liga otomatis jatuh ke tangan Madrid. Itu berarti, Los Cules harus
meninggalkan stadion yang terletak di tengah pemukiman ibu kota Spanyol
itu di antara deru kemeriahan pesta Madrid. Sebagai suporter Barcelona,
saya menganggap pengaturan jadwal Madrid bermain pada pukul 12 siang
ketika Barca harus menyusul bertandang ke kota yang sama adalah sebuah
cara untuk membiarkan skuat Pep Guardiola merasakan kegagalan La Liga di
tengah-tengah pesta pora pendukung Madrid, di jantung kota Madrid.
Tetapi rencana itu tak berjalan mulus. Sebab, Barca justru membalasnya dengan cara yang cukup "menyakitkan" bagi suporter Rayo. Blaugrana
menaklukkan Rayo dengan skor mencolok, 0-7. Guardiola bahkan mengkritik
tarian selebrasi yang dilakukan Thiago Alcantara dan Dani Alves yang
membuat suporter Rayo tersinggung. Meski Guardiola tahu, tarian itu
sebenarnya ditujukan untuk orang-orang yang berharap pesta terjadi lebih
dini di La Cibeles.
Sabtu, 11 Mei 2013. Ironi justru
terjadi di pekan ke-35, musim 2012/2013. Madrid harus berkunjung ke
Katalunya tidak untuk melawan pasukan Tito Vilanova. Namun, menghadapi
rival sekota Barca, Espanyol. Sebaliknya, Barca harus bertandang ke
Madrid esok harinya untuk menghadapi rival "Madrileno" Madrid,
Atletico Madrid.Tepat setelah wasit meniup peluit akhir laga,
sekurang-kurangnya, satu atau dua petasan akan meletus di langit
Barcelona. Skor 1-1 antara Espanyol dan Real Madrid secara otomatis
menjadikan Barca "Campeone" 2012/2013. Sisa tiga laga tak lagi berarti karena mereka tertinggal sepuluh angka dari Barca.
Kenangan musim yang lalu meruyak kembali. Setahun silam, El Real memajukan kick-off
untuk menunggu kajatuhan Barca di kandang Rayo - sekaligus mengurung
Carlos Puyol dan komplotannya dalam gegap-gempita kebahagiaan kota
Madrid. Jika Madrid gagal mewujudkan pesta di tahun yang lewat, maka
kini merekalah yang harus merasakan kesibukan di bar-bar Katalunya usai
bermain imbang kontra Los Periquitos. Madrid versi Jose
Mourinho harus meninggalkan Stadion Cornella El-Prat di bawah "kemabukan
yang tertahan" kota Barcelona atas gelar La Liga ke-22.
Terkadang,
karma dalam sepakbola itu benar adanya. Asalkan dia memang berproses
sebagai karma, yaitu sebuah pembalasan sepadan yang tak terlalu
dipikirkan, apalagi direncanakan. Visca Barca! Visca Tito! Visca Roura!
Kelapa Dua, Mei 12 2013
Kelapa Dua, Mei 12 2013