seberapa kecil engkau merasa
berdiri di tepi Ngarai Bryce
tetapi
kita selalu kecil
ayahku kembali mulai filosofis
untuk menyebut mengembara menjauh dari siapapun
dia mungkin sudah
bicara kebodohan satu jam
dengannya kami memahat waktu menjadi kehidupan
hidupku bukanlah hidupku
bahwa aku harus mengatakan aku bahwa
aku adalah anak perempuan yang
dianakperempuankan
bahwa kita mungkin berpikir berbeda
bahwa kita berdiri di selisih yang lain
jauh satu sama lain di suatu hari yang berubah tak terkendali
dari kejauhan
karena inilah tangisannya mencuci kata-kataku dengan bantahan
yang sama
tetapi kita selalu kecil
untuk mengatakan
kita
tidak sebagus di sini atau di sana
dalam statisnya jam ketika aku memanggil senja
dan dia memanggil makan malam
hening
menahan nafasnya
(“aku belum mati. Tak ada yang tersisa, biarkan saja ‘yang
untuk diucapkan’”)
menggangguku bahwa ia mendaku mengetahui pikiranku
ketika lebih sering suatu pikiran bersembunyi seperti matahari
dalam kabut
aku meminta padanya sebuah ngarai
sebuah gambar ia menantang kemampuan langit paling biru
bukankah terlalu berlebihan membayangkan ia berdiri dalam
pesona
apakah
kau melihat dahan pinus aspen yang
pendiam
lebih suci-ketimbang-pohon-pohonmu
apakah
kau melihat pengairan yang kalem sebuah sungai
sebuah
anak sungai dan menjauh ke barat
laut
dan negeri kelahiranmu
aku tidak berpikir engkau akan menggunakan sebuah kata
seperti orang suci yang memperhatikanmu dari tempat di mana
suaranya duduk sendirian
(taksetuju dan ayahku yang kesepian)
apa
yang akan kau dapatkan untuk makan malam ini
berapa
kali engkau akan menutup sirkelmu
malam
ini
siapa
yang akan bicara padaku dan mengapa
malam
ini
ya
aku bilang sepanjang waktu
suci
suci suci
aku
tidak bermaksud aku bermaksud atau mengerti
Dialogues (Againts God) (The Nation, April 18th 2025)
Jennifer Chang ()