Seekor burung bernyanyi dan aku tak tahu siapa namanya.
Dahan tempat ia bertengger berayun bersama angin yang kasar
tetapi tak membuatnya nyaris patah, aman sebagaimana adanya
pada batang raksasa sebuah pohon yang namanya aku juga tak tahu.
Akar-akarnya bernafas di bawah teka-teki bumi dengan ragam
dedaunan hijau dan bahkan bunga-bunga kecil
yang juga tak memberitahuku nama mereka.
Aku pernah berkata pada orang-orang muda di sebuah ruangan
bahwa setiap penulis pertama-tama harus menjadi seorang pengamat yang baik,
meskipun aku tak bisa membawa diriku
pada persis di momen itu untuk melihat secara langsung ke dalam matamu.
Bahkan apakah mereka mendengar?
Mungkin aku telah tumbuh lelah dengan nama-nama–ilusi dominasi.
Burung pohon dan selimut hijau akan bergerak menjadi diri mereka
di hadapan lelaki-lelaki dengan buku-buku besar mereka yang ditarik kuda.
Di hadapan yang paling pertama dengan kenangan-kenangan mitokondris
es. Es sangat banyak dan banyak nama untuk mereka.
Dan, ngomong-ngomong, sang burung berhenti bernyanyi
dan telah terbang dari pohon di dalam taman,
sang lelaki berpikir angin tergesa melaluinya
seakan-akan lari menjauh.
Bird Song
(The New Yorker – Oktober 6th 2025)
Jose
Antonio Rodriguez (1971- )